Kamis, 10 April 2014

Ringkasan Opini: Berkembangnya Ekonomi Indonesia


Nilai kehidupan, optimisme ekonomi meningkat, tapi persepsi korupsi tetap banyak
oleh Steve Crabtree

WASHINGTON, D.C. - Pertumbuhan PDB Indonesia yang konsisten sejak krisis finansial di akhir tahun 1990-an telah mendapatkan perhatian luas di antara kalangan grup ekonomi kuat selanjutnya. Tetapi seperti semua pasar negara berkembang, pertumbuhan Indonesia yang cepat menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana peningkatan tersebut mengubah kehidupan dan pandangan lebih dari 250 juta penduduknya. Penelitian Gallup sejak 2006 memberikan pemahaman tentang bagaimana kemajuan negara ini mempengaruhi kesejahteraan dan potensi ekonomi rakyatnya.
Rangkuman: Tingkat kehidupan rata-rata warga negara Indonesia sudah meningkat secara signifikan sejak 2008, begitu juga dengan persepsi bahwa standar kehidupan mereka telah meningkat. Sebagai hal yang penting bagi sebuah kemampuan negara untuk meningkatkan "human capital" untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, kepuasan dengan bidang kesehatan lokal dan pelayanan pendidikan telah meningkat jauh sejak 2006. Namun, persepsi yang meluas tentang korupsi dan kesenjangan kesejahteraan antar daerah menunjuk pada tantangan yang berterusan bagi pembuat kebijakan (policymakers) yang mencari kemakmuran luas dan bekelanjutan.

Kesejahteraan, Optimisme Ekonomi yang Meningkat: Ketika warga Indonesia ditanya untuk menilai kehidupan mereka pada tahun 2006 - kunci indikator rangkuman untuk kesejahteraan - hasil penelitian menunjukkan kemungkinan mereka menjadi "suffering" (menderita) sama dengan "thriving" (berkembang). Kecenderungan ini kembali bertemu dengan munculnya krisis finansial global pada tahun 2008, tetapi sejak itu, persentase thriving secara umum telah naik meskipun persentase suffering sebagian besar turun. Pada tahun 2012, warga Indonesia empat kali lebih mungkin untuk menjadi thriving (20%) daripada suffering (5%). Namun, sebagian besar (75%) terus jatuh ke peringkat tengah tingkat kehidupan, dan dikategorikan sebagai "struggling" (kesulitan).
d9_nhhyqmei4obgbwgq3ha.gif
Evaluasi kehidupan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, tetapi mereka sering berhubungan dengan persepsi penduduk tentang status finansial saat ini dan kesempatan ekonomi yang tersedia bagi mereka. Ekonomi Indonesia melewati resesi global jauh lebih baik dari negara-negara tetangga di wilayahnya; pertumbuhan PDB jatuh sedikit ke 4,6% pada tahun 2009, tetapi pulih dengan cepat dan telah berada di 6% atau lebih sejak 2010. Data dari Gallup menunjukkan pemulihan ini sudah dirasakan secara luas oleh masyarakat Indonesia; pada tahun 2012, sekitar setengah (49%) merasa standar kehidupan mereka telah membaik, naik dari 19% pada tahun 2008. Tahun 2012, 14% menyatakan standar kehidupan mereka telah menjadi lebih buruk.
p0xcgted7kazueyjm2oe9a.gif
Pertumbuhan Besar dalam Kepuasan terhadap Bidang Kesehatan Lokal, Pelayanan Pendidikan: Warga Indonesia juga lebih mungkin untuk mengekspresikan kepuasan terhadap pelayanan publik di tingkat masyarakat, terutama bidang kesehatan dan pendidikan, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan nasional diterjemahkan secara efektif ke dalam perkembangan potensi ekonomi di antara jutaan penduduk. Pada tahun 2006, sekitar enam dari 10 orang dewasa merasa puas dengan ketersediaan layanan kesehatan yang berkualitas di wilayah mereka (57%) dan kualitas sekolah-sekolah lokal (59%); hanya enam tahun kemudian, kedua angka telah naik menjadi delapan dari 10 (masing-masing 80% dan 82%).

t9hfq0w9i0w1byd0qwe4ba.gif
Rakyat yang lebih sehat dan berpendidikan lebih baik harus mempromosikan lebih jauh prospek ekonomi jangka panjang Indonesia dan membuat negara menjadi tempat yang lebih menarik bagi investasi asing. Perbaikan di sistem pendidikan lokal juga lebih memungkinkan untuk mendorong pertumbuhan melalui kewirausahaan. Di antara warga Indonesia yang diwawancara pada tahun 2010 dan 2011, 31% di antara mereka yang memiliki pendidikan pasca-SMA menyatakan mereka merencanakan untuk memulai bisnis sendiri tahun depan dibandingkan 21% di antara mereka dengan pendidikan SMP dan 10% dengan pendidikan SD saja.
Persepsi Korupsi, Kesenjangan Kesejahteraan Menaikkan Bendera Merah
Meskipun ini tren positif, Analisa Gallup juga menyorot tantangan yang sering dikutip yang dapat mengancam perkembangan ekonomi Indonesia. Hal-hal ini termasuk usaha negara yang berterusan dalam memerangi korupsi yang bersifat endemis, terutama di sektor publik. Komisi anti-korupsi pemerintah Indonesia memiliki dampak yang kecil pada persepsi publik tentang korupsi sejak Gallup memulai analisa pada tahun 2006. Tahun 2012, 88% warga Indonesia menyatakan korupsi telah meluas di pemerintahan, sedangkan 82% menyatakan telah meluas di dalam bisnis/usahanya; di antara negara-negara Asia Tenggara yang diajukan pertanyaan ini, hanya Thailand yang menghasilkan angka tinggi yang serupa. Persepsi warga Indonesia kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai tuduhan korupsi yang ditujukan pada pejabat pemerintah, termasuk anggota Partai Demokrat.
l1jjoyce6eaphychzf2z7a.gif
Para ahli ekonomi mencatat bahwa korupsi sistemik buruk bagi perkembangan ekonomi. Salah satu bentuk yang paling umum, penyuapan penjabat pemerintah, menimbulkan biaya transaksi tinggi dan cenderung memperburuk situasi orang miskin yang biasanya kurang mampu untuk membayar dan kecil kemungkinan memiliki koneksi politik untuk membantu. Hasilnya bahwa pola kesenjangan pendapatan yang sudah mengakar menjadi lebih susah untuk diatasi. Hal ini merupakan tantangan utama lainnya bagi Indonesia dalam perkembangan ekonomi yang meluas; Studi 2012 dari Gallup menemukan pendapatan rata-rata rumah tangga dari 20% warga Indonesia terkaya adalah $8.364 (dalam Dolar Internasional) - hampir empat kali lipat dari $2.346 pendapatan rata-rata 80% lainnya.

Kesenjangan ini juga tercermin dalam perbedaan nilai kesejahteraan dalam perbedaan regional yang luas di seluruh Indonesia. Di wilayah Bali, surga turis yang terkenal, 43% penduduk menilai kehidupannya sangat tinggi pada tahun 2012 sehingga dianggap thriving; sebaliknya, di wilayah Kalimantan yang kurang berkembang, hanya 4% yang thriving.
ackirgtszkocg3nuyw3qva.gif
Implikasi: Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memiliki misi untuk membangun integrasi ekonomi regional pada tahun 2015, termasuk kebebasan lebih dalam pergerakan barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil antar negara anggota. Indonesia mungkin akan mendapatkan manfaat lebih dari ASEAN Economic Community (AEC) yang baru - tetapi hanya jika dapat dilihat sebagai tempat yang ramah untuk bisnis dan investasi relatif terhadap destinasi menarik lainnya di kawasan seperti Singapura dan Malaysia.

Beberapa tren Gallup terbaru dari Indonesia - termasuk pandangan ekonomi penduduk dan kepuasan terhadap bidang kesehatan dan pendidikan yang sedang meningkat - menunjukkan negara ini sedang meningkatkan posisi kompetitifnya dengan memberdayakan penduduk untuk mendorong pembangunan ekonomi. Namun, korupsi yang berkelanjutan dan kesenjangan pendapatan yang sangat besar terus melemahkan potensi ekonomi Indonesia dengan menaikkan risiko bagi investor, asing dan domestik.
Secara lebih luas, data Gallup menunjukkan nilai dari melacak dan menganalisa berbagai indikator kesejahteraan dan pemberdayaan ekonomi, bukan saja pada tahap negara, tapi - terutama di negara yang beragam dan tersegmentasi secara geografis seperti Indonesia - antara populasi sub-kelompok dan daerah yang berbeda. Wawasan yang dihasilkan dapat membantu pemimpin dengan kebijakan strategis yang utama untuk terus bekerja menuju stabilitas dan kemakmuran jangka panjang.
Metode Survei
Hasil penelitian berdasarkan wawancara tatap muka dengan sekitar 1.000 orang dewasa yang tinggal di Indonesia, berusia 15 tahun dan lebih, dilakukan pada Agustus 2006, April 2007, Maret 2008, April-Mei 2009, April 2010, Mei 2011, dan Februari, Mei, dan September 2012. Hasil dari negara Asia Tenggara lainnya berdasarkan wawancara tatap muka dengan masing-masing sekitar 2.000 orang dewasa di Filipina, Vietnam, dan Thailand, dan masing-masing 1.000 di Singapura, Kamboja, dan Malaysia. Untuk hasil berdasarkan sampel keseluruhan, bisa dikatakan dengan tingkat kepercayaan 95% bahwa margin maksimal tingkat kesalahan sampling adalah ±3 persen.
Selain kesalahan sampling, kesulitan pembuatan kalimat pertanyaan dan praktik dalam melakukan survei bisa menyebabkan kesalahan dan bias pada temuan pol opini publik.
Untuk metodologi lengkap dan tanggal survei spesifik, tinjau Detail Kumpulan Data Negara dari Gallup.

Sumber : http://www.gallup.com/region/asia_pacific/163616/ringkasan-opini-berkembangnya-ekonomi-indonesia.aspx